Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memiliki strategis dengan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting (RAN PASTI) untuk mencapai target penurunan stunting hingga 14% pada tahun 2024.

Diatur dalam PERPRES No.72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, tantangan terbesar dalam rencana aksi ini yaitu intervensi spesifik atau hal-hal yang berhubungan langsung menyebabkan kekurangan gizi dan intervensi sensitif atau hal-hal yang tidak berhubungan langsung namun sangat berpengaruh pada kekurangan gizi tersebut. Ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun (baduta) kemudian menjadi kelompok prioritas dalam penanganan stunting, sesuai dengan daur hidup 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).

Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu pemberian makanan tambahan (PMT). Namun menurut studi yang dilakukan The Southeast Asian Ministers of EducationRegional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) menunjukkan bahwa tingkat penerimaan masyarakat terhadap PMT pabrikan tersebut cukup rendah. Selain itu pemberian PMT juga menyebabkan keterbatasan keragaman pangan yang dikonsumsi anak.

Studi di 50 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang tinggi menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki ketersediaan pangan lokal yang cukup untuk mengatasi masalah stunting yang ada. Hasil studi juga menunjukkan bahwa tiap daerah memiliki variasi masalah gizi yang dihadapi oleh baduta. Sehingga perlu adanya optimalisasi pemberian makanan dengan pangan lokal setempat.

Edukasi kemudian penting untuk dilakukan. Tidak hanya dengan edukasi perbanyak makanan sumber ini dan itu, tetapi juga memberikan panduan terkait makanan yang tersedia secara lokal. Berdasarkan hasil studi tersebut, SEAMEO RECFON telah menyusun Panduan Gizi Seimbang Berbasis Pangan Lokal (PGS PL), melengkapi Pedoman Gizi Seimbang yang telah ada. Pemanfaatan pangan lokal juga sekaligus dapat mengatasi masalah terkait distribusi/logistik dalam hal pemenuhan asupan bergizi seimbang.

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebagai fasilitas kesehatan berbasis komunitas merupakan garda terdepan dalam upaya menurunkan angka stunting. Posyandu dapat menjangkau lebih banyak masyarakat dengan memberikan berbagai pelayanan kesehatan: pendidikan kesehatan, pendidikan gizi, imunisasi, pemantauan berat badan, dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Pandemi turut berdampak dalam hal penurunan layanan kesehatan yang dilakukan Posyandu. Oleh sebab itu perlu adanya alternatif pendamping sebagai penguatan Posyandu, diantaranya yaitu pusat pendidikan anak usia dini. Pendidikan keluarga dan pengasuhan di dalamnya diharapkan dapat menjangkau baduta sebagai bagian dari edukasi dalam upaya penurunan angka stunting.

Tidak hanya dalam negeri, isu stunting ini juga turut dihadapi berbagai negara di Asia Tenggara (ASEAN). Berbagai bentuk kerjasama sudah dilakukan, diantaranya yaitu kerjasama antar perguruan tinggi The Southeast Asian Nutrition Survey (SEANUTS). Hasil studi menunjukkan bahwa kekurangan energi kronis, kekurangan protein, dan kekurangan asam amino esensial merupakan masalah umum yang ada di negara-negara ASEAN yang menghadapi stunting.

Kerjasama lainnya yaitu program WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) in School menyasar perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam pendekatan sesuai kerangka pendekatan spesifik dan sensitif. Diantaranya yaitu dengan penyediaan sumber air bersih dan sumber air minum serta jamban keluarga untuk mencegah penularan penyebab diare.

Dalam RAN PASTI menggarisbawahi terkait program konvergensi, yaitu semua sektor bersatu padu, terintegrasi untuk mencapai akselerasi penurunan stunting. “Upaya ini harus sampai tingkat desa. Artinya pemerintah daerah juga harus memiliki pemahaman yang sama dalam upaya konvergensi. Integrasi berbagai sektor bukan hanya Dinas Kesehatan, tapi juga Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Dinas Pertanian hingga Dinas Pekerjaan Umum untuk melengkapi pendekatan bersifat sensitif, disamping tentu saja Dinas Kesehatan fokus ke pendekatan spesifik,“ ujar Prof dr. Muchtaruddin Mansyur, Ph.D., Direktur SEAMEO RECFON ketika menjadi narasumber pada acara berita Klik Pagi TVRI 10 Maret 2022. “Termasuk juga bagaimana mengoptimalkan dana desa untuk upaya pengentasan stunting, karena ternyata banyak kepala desa yang belum tahu terkait hal ini, “ tutupnya.

Simak selengkapnya pada video berikut: https://youtu.be/6cpksGDM4Gw