Komitmen Pemerintah Indonesia dalam percepatan penurunan stunting  telah tercantum di dalam  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan menargetkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021,  prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih berada pada angka 24,4% dimana turun sekitar 6,4% dari tahun 2018 dengan prevalensi sebesar 30,8%. Dalam rangka mengejar pencapaian target di tahun 2024, Bapak Wakil Presiden RI, Prof. K. H. Ma’ruf Amin, menargetkan prevalensi stunting sebesar 3% pada tahun 2022. Oleh karena itu, diperlukan upaya konvergensi dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk melakukan intervensi secara efektif dan tepat sasaran dalam rangka mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024.

Sejalan dengan komitmen tersebut,  Prof. Muchtaruddin Mansyur,  Direktur  The Southeast Asian Ministers of Education – Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON), pada acara Klik Indonesia Pagi TVRI (27/8), menyampaikan bahwa  target penurunan sebesar 3% pada tahun 2022 adalah sebuah bentuk harapan sekaligus optimisme yang terlihat dari komitmen Pemerintah Indonesia melalui berbagai upaya yang mendorong percepatan penurunan prevalensi stunting. Selain itu, komitmen secara kelembagaan juga sudah ditunjukkan melalui adanya keterlibatan pimpinan tingkat tinggi pada setiap level pemerintahan seperti percepatan penurunan stunting di tingkat pusat langsung dipimpin oleh Wakil Presiden, di tingkat provinsi dipimpin oleh wakil gubernur, serta di tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh wakil bupati atau wakil walikota. Komitmen kelembagaan tersebut juga telah didukung dengan adanya alokasi anggaran yang mendukung percepatan penurunan stunting. Namun, pada kenyataannya, penurunan prevalensi stunting di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi, bahkan masih ada daerah yang mengalami peningkatan. “Berdasarkan studi awal kami melihat bahwa ternyata kapasitas fiskal daerah tidak sebanding dengan tingkat penurunan stunting di daerah. Nah inilah berarti ada hal yang penting yang harus dapat dikuatkan di level pemerintah daerah, “ungkap Prof. Muchtar.

Selain itu, upaya percepatan penurunan stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, tetapi juga melibatkan sektor lainnya seperti sektor pangan, termasuk di dalamnya peningkatan cakupan ASI eksklusif serta akses makanan yang bergizi terutama pada ibu hamil dan anak-anak baduta (bawah dua tahun). Oleh karena itu, kapasitas pemerintah daerah perlu dikuatkan, terutama bagi para pemegang dan perencana program untuk menyusun dan melaksanakan program yang mendukung penurunan stunting secara konvergen dengan melibatkan lintas sektor.

Sementara itu, terkait dengan wacana pemerintah yang akan memberikan cuti 6 bulan bagi ibu menyusui agar dapat memberikan ASI secara eksklusif sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya stunting, Prof Muchtar mengungkapkan, “Kita pahami bahwa pemberian ASI eksklusif adalah selama 6 bulan dan tentu saja ketika ibu berada selalu dekat dengan bayinya, maka akan memberikan kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif bagi bayi. Tetapi apakah itu jalan keluarnya? Ini yang harus diperhatikan. Karena kalau kita perhatikan rendahnya ASI eksklusif bukan karena ibu bekerja tapi justru karena masalah-masalah yang lain.” Prof. Muchtar juga menyampaikan bahwa pada tahun 2016, Pemerintah juga telah berupaya memberlakukan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan Produktif (GP2SP) yang melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Dalam Negeri, yang salah satu poinnya mengatur tentang bagaimana perusahaan dapat mendukung adanya penyelenggaraan pelaksanaan ASI eksklusif bagi perempuan bekerja yang menyusui. Oleh karena itu, diharapkan gerakan tersebut juga dapat diperkuat dan berjalan secara optimal, selain dengan adanya wacana cuti 6 bulan untuk pemberian ASI eksklusif.

Dari segi pendanaan, kapasitas fiskal yang dimiliki daerah perlu dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan program yang berperan dalam percepatan penuruna stunting. Sebagai penutup, Prof Muchtar mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah melalui transfer ke daerah dan dana desa sudah dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah bagaimana pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran tersebut, termasuk memberikan pendampingan di tingkat kecamatan dan desa agar penggunaan anggaran dapat dilakukan secara tepat sasaran, seperti pencegahan anemia pada ibu hamil dan pemberian ASI secara eksklusif sebagai upaya yang mendukung percepatan penurunan stunting.