Komitmen Pemerintah Indonesia dalam percepatan penurunan stunting telah tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan menargetkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Dalam rangka mengejar pencapaian target tersebut, Bapak Wakil Presiden RI, Prof. K. H. Ma’ruf Amin, pada saat memimpin rapat Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat pusat pada tanggal 11 Mei 2022, menyatakan bahwa pemerintah berupaya untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 3% pada tahun 2022 serta meminta koordinasi dan konvergensi antara kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021, prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih berada pada angka 24,4% dimana turun sekitar 6,4% dari tahun 2018 dengan prevalensi sebesar 30,8%. Oleh karena itu, diperlukan upaya konvergensi dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah untuk melakukan intervensi secara efektif dan tepat sasaran dalam rangka mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024.
Sejalan dengan komitmen tersebut, Prof. Muchtaruddin Mansyur, Direktur The Southeast Asian Ministers of Education – Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON), pada acara Klik Indonesia Pagi TVRI (14/5), menyampaikan bahwa target penurunan sebesar 3% pada tahun 2022 adalah sebuah bentuk optimisme sekaligus tantangan bagi Pemerintah Indonesia yang harus didukung oleh berbagai pihak melalui upaya yang konvergen, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pembelajaran dari negara lain juga telah membuktikan bahwa target penurunan stunting sebesar 2% per tahun dapat terjadi.
“Koordinasi dan konvergensi merupakan kata kunci dalam percepatan penurunan stunting, tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan karena tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga sampai pada pemerintah daerah yang harus dapat mengawal kegiatan percepatan penurunan stunting melalui pendekatan konvergensi,”ungkap Prof Muchtar. Selain itu, stunting dipengaruhi oleh banyak faktor yang harus diantisipasi dan tantangan yang dihadapi seperti masalah kesehatan saat ini yaitu pandemi COVID-19 dan penyebaran hepatitis pada anak-anak.
Merujuk pada optimisme dan target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 3% pada tahun 2022, maka hal tersebut perlu didukung dengan adanya penguatan intervensi gizi pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK), yang dimulai sejak janin berada pada kandungan ibu sampai anak berusia 2 tahun. Pencegahan faktor risiko terjadinya stunting juga dapat dilakukan sejak sebelum kehamilan dimana perlunya mencegah anemia pada remaja putri dan wanita usia subur. Selain itu, faktor risiko yang perlu menjadi perhatian adalah pemberian ASI eksklusif, yang saat ini masih menjadi tantangan di Indonesia karena cakupannya masih tergolong rendah yaitu di bawah 60%.
Selain pentingnya konvergensi program dan intervensi pada periode 1.000 HPK, hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah terkait dengan penyediaan nutrisi yang baik. “Terdapat 3 fase dalam penyediaan nutrisi yang baik, yaitu pengadaan, penyiapan, dan penyajian yang merupakan suatu rangkaian yang memang harus diperhatikan karena nutrisi untuk 1.000 hari pertama kehidupan menjadi hal yang penting. Kemudian pada perkembangan selanjutnya, melalui program gizi seimbang berbasis pangan lokal,” ujar Prof. Muchtar.
Meskipun saat ini percepatan penurunan stunting telah menjadi prioritas nasional dan mencakup hampir seluruh provinsi dan kabupaten/kota, namun berdasarkan data SSGI tahun 2021, terdapat 5 provinsi yang masih memiliki tantangan dalam mempercepat penurunan stunting. Faktor-faktor yang mendasari tantangan tersebut antara lain faktor ekonomi, pengetahuan dan pendidikan, serta geografis, yaitu daerah kepulauan, daerah perbatasan, dan daerah pantai, meskipun daerah pantai adalah daerah yang memiliki sumber protein yaitu ikan. Apabila belajar pada penurunan stunting di Thailand yang terjadi secara konsisten, faktor kunci yang berpengaruh terhadap penurunan stunting melalui jaminan penyediaan pangan, pengawalan penyiapan pangan, serta memastikan penyajiannya sampai di tingkat rumah tangga. Oleh karena itu, Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting di Indonesia (RAN PASTI) berperan penting dalam memberikan pendidikan dan pendampingan kepada keluarga dan masyarakat.
Berbagai bentuk sosialisasi terkait pentingnya penurunan stunting juga telah dilakukan kepada seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat sehingga pemahaman mengenai stunting sudah merata dan pemerintah daerah juga telah memahami bahwa stunting menjadi isu terkait pembangunan di daerahnya. Namun, dalam implementasinya, koordinasi lintas sektor dan konvergensi program perlu diperkuat agar tidak berjalan sendiri-sendiri, salah satunya melalui RAN PASTI. Di tingkat masyarakat, pendampingan dan pendidikan berbasis keluarga serta pemberian gizi seimbang berbasis pangan lokal juga perlu dilakukan. Selain itu, dalam rangka menghadapi bonus demografi dimana semakin banyak jumlah pekerja perempuan usia produktif, maka peran dunia usaha juga penting dalam memperhatikan status kesehatan dan gizi pekerjanya, terutama dalam mencegah anemia, yang akan berdampak pada peningkatan produktivitas pekerjanya.
(English Version)
INDONESIA’S TARGET AND EFFORT FOR ACCELERATION OF STUNTING REDUCTION IN 2022
Broadcasted on Klik Indonesia Pagi TVRI, May 14th, 2022
The commitment of the Government of Indonesia (GoI) for the acceleration of stunting reduction has been stipulated in the National Medium Term Development Plan (RPJMN) 2020-2024 with the reduction target to 14% by 2024. Aligned with those target, The Vice President of Republic of Indonesia, Prof. K. H. Ma’ruf Amin, when lead high level meeting with The National Team for The Acceleration of Stunting Reduction on May 11th, 2022, stated that GoI puts the effort to reduce the stunting prevalence by 3% in 2022 and encourage the coordination and convergence among ministries, institution, and sub-national government. Based on the data from Indonesian Nutritional Status Survey (SSGI) 2021, stunting prevalence on children under 5 in Indonesia was 24,4%, which reduced 6,4% from 2018 with the prevalence was 30,8%. Therefore, convergence effort and commitment from all stakeholders in the national and sub-national level to conduct effetive and targeted intervention are necessary to achieve stunting reduction target in 2024.
In line with the GoI’s commitment, Prof. Muchtaruddin Mansyur, Director of The Southeast Asian Ministers of Education – Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON), on Klik Indonesia Pagi TVRI (14/5), stated that stunting reduction target 3% by 2024 is an optimism and challenge for the GoI which is necessary to be supported by all stakeholders through the convergence effort in the national and sub-national level. Lesson learned from other countries also has proven that stunting reduction target 2% per year could be achieved.
“Coordination and convergence are keywords on the acceleration of stunting reduction. However, it is not easy to be implemented due to involvement of the national and sub-national government to ensure the stunting reduction program through convergence approach,”said Prof. Muchtar. In addition, stunting also influenced by several factors which necessary to be anticipated, such as COVID-19 pandemic and hepatitis on children.
The target and optimism of the GoI to reduce the stunting prevalence up to 3% in 2022 need to be strengthened with the nutrition intervention in the period of the first 1.000 days of life (1.000 HPK), which start from pregnancy period until child on 2 years as well as since pre-marriage period to prevent anemia in adolescent girl and women in reproductive age. In addition, exclusive breastfeeding also become a challenge due to its coverage still below 60%.
Furthermore, adequate dietary intake also important, particularly on how to provide nutritious food. “There are 3 phase on providing nutritious food, consist of procuring, preparing, and serving, which important to provide adequate nutrition for the first 1.000 days of life. Then, it is also necessary to promote balanced nutrition based on the local food,” said Prof. Muchtar.
Currently, the acceleration of stunting reduction has become the national priority and covered almost all province and district. However, based on the SSGI data in 2021, there were 5 provinces which still have several challenges on stunting reduction. The influencing factors for those province are economics, knowledge and education, and geographic factor, such as archipelago area, border area, and beach area, eventhough they have marine resources which contain high protein source. Meanwhile, a lesson learned from Thailand which succeed on stunting reduction by ensuring food supply, food preparation, and food serving to the household level. Thus, National Action Plan for The Acceleration of Stunting Reduction in Indonesia (RAN PASTI) has important role on providing education and assistance to the family and community level.
Various socialization channel about the importance of stunting reduction are available for all stakeholders and communities. So that, they are actually aware about the important of stunting issue particularly for the human development. However, coordination across sector and program convergence are necessary to be strengthened, particularly through RAN PASTI. In the community level, family based-assistance, education, and balanced nutrition based on local food are important. Moreover, in order to face demographic bonus where the women worker on reproductive age, the business sector also has role to ensure the health and nutrition status of their employees, particularly on anemia prevention which can influence their productivity.
Leave A Comment